Senin, 16 Januari 2012

Tebat XIX: Menjadi Pandhemen yang Beriman Mendalam melalui Keterbukaan atas Karya Roh Kudus



Mbah Samin Surosentiko dikenal sebagai pejuang rakyat tanpa memakai kekerasan. Sebab ia mempunyai pemahaman bahwa semua orang adalah saudara meskipun berbeda latar belakang, beda kulit, maupun beda tata cara atau adat istiadat. Hal itu disampaikan ketua Paguyuban Sedulur Sikep, Gunretno, dengan bahasa Jawa Ngoko, pada acara Temu Kebatinan (Tebat) Katolik XIX di Gua Maria Kerep Ambarawa (19/2/11).

Dengan lugas, Gunretno menyampaikan cara hidup Sedulur Sikep, komunitas hidupnya di desa Baturejo, kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. “Yang harus dilawan adalah sifat yang tidak benar, tatanan-tananan yang dipakai sepihak,” katanya. Cara hidup Mbah Samin, cikal bakal Sedulur Sikep, itu diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan atau tutur.

Menurut Gun, demikian ia disapa, Sedulur Sikep menghindari rasa kebencian. Semua orang adalah sama-sama manusia, berarti semuanya adalah saudara. “Semua mempunyai keinginan menuju kebaikan,” tuturnya.

Gun menyampaikan tuturannya dengan santai. Lelaki yang memakai iket kepala dan memakai baju serba hitam itu seringkali disambut tepuk tangan meriah para peserta Tebat karena kelugasannya. Menurutnya, batin selalu jujur. “Tidak ada yang dinamakan kebatinan itu tidak jujur. Batin itu pasti jujur,” katanya. Ia menambahkan bahwa semua hal yang dilakukan manusia harus melalui batin. Selanjutnya, ia menegaskan bahwa situasi kebatinan tidak hanya berhenti di batin saja. Namun semua itu harus dilakukan atau diwujudnyatakan dalam tindakan. “Sebab apa yang dilakukan adalah utusan batin. Orang mengukur dia baik atau tidak berasal dari kelakuannya,” katanya. Lelaki yang aktif dalam pelestarian lingkungan hidup itu juga menegaskan kalau kelakuan seseorang baik, maka batinnya pun baik.

Tebat diselenggarakan oleh Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Komisi HAK KAS). Ketua Komisi HAK KAS, Pastor Aloys Budi Purnomo Pr, mengatakan bahwa Tebat XIX bermaksud mengambil bagian dalam peningkatan iman Katolik yang mendalam dan tangguh dalam corak interreligius. Maka tema yang diambil adalah Beriman Mendalam dan Tangguh melalui Keterbukaan atas Karya Roh Kudus Bersama Semua Orang yang Berkehendak Baik.

Melalui tema tersebut, panitia mengajak menyadarkan peserta untuk menyadari karya Roh Kudus dalam kehidupan umat manusia. “Semua manusia sebetulnya didampingi oleh gerak Roh ini. Dalam arti tertentu, mendengar kata Roh Kudus selalu membuat kita berpikir bahwa ini adalah milik Gereja Kristus entah Katolik maupun Kristen. Padahal sebetulnya Roh bekerja seluas dunia sepanjang masa kepada semua orang yang berkehendak baik, Roh bekerja, Roh membimbing, Roh Berkarya,” tegasnya.
Menurutnya, Roh Kudus hadir dalam diri setiap dan semua orang bertahta di ruang batin yang suci murni yang kita kenal sebagai martabat hati nurani.

Hari kedua, Uskup Agung KAS, Mgr. Johannes Pujasumarta menjadi narasumber Tebat yang dihadiri lebih dari 300 orang baik dari KAS maupun luar KAS. Mgr. Puja, demikian ia disapa, mengatakan bahwa manusia diberi anugerah untuk menemukan kebijaksanaan-kebijaksanaan Roh Kudus supaya bisa melestarikan hidup. Hidup bukan kematian tetapi abadi. “Untuk itu kita diberi anugerah kebijaksanaan untuk hidup supaya memang sungguh-sungguh hidup,” katanya.

Menurutnya, Roh Kudus bekerja melalui ciptaan. “Seluruh ciptaan itu mengandung seluruh kebijaksanaan kehidupan,” tegas lelaki yang pernah menjadi Uskup Bandung itu. Maka, kata Mgr. Puja, ada tiga kebijaksanaan yang bisa dipetik. Pertama, kebijaksanaan alam (natural wisdom). Kedua, kebijaksanaan budaya (cultural wisdom). Ketiga, kebijaksanaan kristiani/injili (Christian wisdom).

Tentang kebijaksanaan alam, hal itu bisa dipelajari dari setiap fenomena alam. Mgr. Puja mengisahkan ayahnya yang menemukan kebijaksanaan dari seekor ulat yang akhirnya bisa bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. “Yen sing uler waé, digadhang semana gedéné déning Gusti, apa manéh awaké déwé sing dadi putra Dalem iki. Kalau yang ulat saja itu diperhatikan Allah sedemikian rupa apalagi kita manusia yang adalah anak-anak Allah,” katanya. Manusia belajar dari alam untuk bisa memiliki kebijaksanaan dan menghargai kehidupan.

Pada gilirannya, seringkali kebijaksanaan alam itu, melalui kecerdasan manusia, kemudian dirumuskan dalam cerita, dongeng, atau seni tutur yang berkembang dalam kebudayaan lisan maupun tulis. Dari sanalah muncul narasi-narasi yang bisa menjadi sumber kebijaksanaan kebudayaan. Salah satu yang pernah dikembangkan uskup kelahiran Solo itu adalah membuat narasi Ajisaka yang termuat dalam aksara Hanacaraka dalam perspektif kristiani. Katanya, dalam budaya ada benih-benih sabda (semina verbi).

Sedangkan kebijaksanaan kristiani, menurutnya, tidak bisa dipisahkan dari tokoh Yesus Kristus. Mengenai spiritulitas Duc in Altum “Bertolaklah ke Tempat yang Dalam”, Mgr. Puja menyampaikan dua bingkai, pertama, ketika Yesus ada di tengah-tengah masyarakat dan mewartakan Kerajaan Allah. Kedua, masa ketika Yesus sudah bangkit dari kematian.

Acara Tebat senantiasa memakai simbol dan seni yang berlatar belakang budaya Jawa. Maka, tembang Jawa pun sering dilantunkan supaya lebih mendarat pada perasaan peserta atau pandhemen. Pada malam hari, peserta yang mempunyai kemampuan tertentu bisa saling berbagi. Misalnya yang bisa menyembuhkan sakit bisa memberikan pelayanan. Bagi yang ingin memperdalam penghayatan kebatinan bisa saling memberikan sharing dan berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil.

Acara Tebat ditutup dengan perayaan ekaristi yang dipimpin Mgr. Pujasumarta didampingi Pastor Aloys Budi Purnomo Pr dan Pastor Yustinus Slamet Antono Pr. Ekaristi diakhiri dengan pemberkatan bunga melati yang dibagikan kepada para peserta dan benda-benda devosi.

Seorang peserta yang sudah pernah ikut Tebat beberapa kali, G.D. Sunarto menyatakan rasa apresiasinya karena bisa menjadi peserta Tebat. “Saya ingin mengembangkan dan menguatkan cakrawala keimanan,” katanya. Sementara itu, Albertine Eko merasa senang menjadi peserta karena ia memperoleh banyak pengetahuan dari narasumber dengan aneka ragam agama dan kepercayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer