Tanggapan Gereja-Gereja
terhadap Pekan Doa Sedunia untuk Kesatuan Umat Kristiani (PDS KUK) 2013 sangat
luar biasa. Selain mendoakan selama sepekan sejak 18-25 Januari 2013, para
imam, pendeta dan jemaat lintas gereja juga melakukan ibadah ekumene bersama. Setidaknya,
di wilayah Keuskupan Agung Semarang, ibadah ekumene dilakukan di tiga kota, Semarang,
Magelang dan Solo.
Tema yang diangkat adalah “Apa yang Tuhan Tuntut dari Kita?” yang
diambil dalam terang Kitab Nabi Mikha 6:6-8 yang menjadi tema sedunia. Dengan
tema ini, jemaat Kristiani diajak berefleksi tentang ketidakadilan yang dialami
oleh kelompok Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir
dan Difabel sebagai kaum papa miskin dari antara yang termiskin. Dalam
ketidakadilan itu, Allah menuntut jemaat Kristiani berbuat sesuatu! Jemaat Kristiani
dituntut untuk berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup rendah hati di
hadapan Tuhan.
Solo
Di kota Solo, Gereja-gereja
se-Solo Barat menyelenggarakan ibadah Ekumene di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kerten
(23/1/2013) petang. Acara
dihadiri 14 pendeta, 2 imam Katolik, 1 imam Gereja Ortodoks dan 1 diakon Gereja
Ortodoks. Bahkan walikota Surakarta FX Hadi Rudyatmo pun berkenan hadir dalam
acara yang khidmat itu.
Acara diawali dengan
perarakan para pendeta, iman dan diakon. Mereka secara bergantian memimpin
jalannya ibadah. Pastor Agustinus Parso Subroto, MSF mengawali ibadah itu dengan
votum dan salam.
Giliran saat khotbah,
imam Ortodoks Alexius Setir Cahyadi berdiri di mimbar. Berdasarkan tema PDS KUK
2013, Pastor Alex mengajak jemaat yang hadir untuk berlaku adil, mencintai
kesetiaan, dan hidup rendah hati di hadapan Allah.
Menurutnya, mencintai
kesetiaan berarti setia terhadap janji Allah yang memberikan keselamatan pada
manusia. “Orang Kristen
diselamatkan dari perbudakan iblis, perbudakan maut, dan perbudakan dosa,”
katanya dalam ibadah yang dihadiri sekitar 350 orang itu.
Menurutnya, kesetiaan pada
janji keselamatan harus dihidupi setiap
hari. “Yaitu datang kepada cawan dan menyatu dengan Tubuh dan Darah Kristus di
dalam cawan perjamuan,” imbuh imam berpakaian hitam itu.
Hidup rendah hati di hadapan
Allah dilakukan, menurutnya, karena tidak ada orang yang dapat menaikkan kualitasnya
sendiri dan mampu melakukan penyelamatan sendiri.
“Jikalau kita ingin menghayati
secara dalam, sebenarnya ada tiga hal yaitu ajaran yang benar, ibadah yang
benar, praktek hidup yang benar. Itulah yang akan menuntun kita di dalam
kehidupan yang memahami keadilan dan mau merendahkan diri di hadapan Allah.
Tiga hal penting di dalam Gereja Purba disebut orthodoxia, ortholatria
dan orthopraxia,” ujarnya dalam
ibadah yang diisi dengan teater berjudul “Raja Penebus’ itu. Ia juga
menyinggung tentang pentingnya doa dan puasa sebagai nafas kehidupan orang
Kristen.
Menurutnya, hal itu adalah
laku dari umat Kristen untuk mencapai pendalaman spiritual dan melakukan cinta
kasih di hadapan Allah, merendahkan diri di hadapan Allah dan berlaku adil.
Sementara itu, Ketua Komisi
Hubungan Antaraagama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang Pastor Aloys Budi
Purnomo, Pr dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa PDS KUK merupakan jawaban doa
Yesus yang didasarkan pada Yohanes 17:21. “Sudah dimulai sangat lama. Sudah
lebih dari 100 tahun kerjasama antara Gereja Katolik Roma dengan Gereja Katolik
Ortodoks dan Gereja Protestan di seluruh dunia,” katanya. Dia berharap Ibadah
Ekumene pada masa mendatang bisa dilakukan dalam lingkup yang lebih luas.
Sedangkan FX Hadi Rudyatmo,
dalam sambutannya mengajak supaya umat Kristiani membangun budaya memiliki,
budaya merawat, budaya menjaga dan budaya mengamankan kota Solo dan isinya. “Jangan
takut kita dikatakan minoritas dalam kuantitas. Tapi kita harus bangga dengan
mayoritas dalam perbuatan kualitas,” katanya seraya mengimbau supaya umat Kristiani
memiliki ciri khas yakni mau mendengar, mau melihat, dan mau berbuat.
Sejumlah komunitas seperti
paduan suara Dandi, paduan suara GKJ Kerten, dan teater pemuda ekumenis Solo
Barat turut menyemarakan ibadah itu.
Magelang
Di kota yang sejuk, Magelang, gelora PDS KUK pun
disambut dengan gembira. Tujuh pendeta dan seorang imam Katolik memimpin ibadah
ekumene di salah satu ruang pertemuan Gereja St Ignatius Magelang (24/1/2013). Vikaris
Episkopalis Kedu FX Krisno Handoyo, Pr menjadi pemimpin utama dalam ibadah ekumene
yang diselenggarakan untuk pertama kalinya di Magelang.
Ibadah
diawali dengan perkenalan para pendeta dan pastor. “Dengan perkenalan ini,
semakin memperteguh juga kesatuan, kerukunan yang hendak selalu kita upayakan
sebagaimana dikehendaki dan didoakan oleh Juru Selamat kita yang sama yakni
Yesus Kristus,” kata Pastor Krisno di hadapan sekitar 100 jemaat yang mengikuti
ibadah pagi itu.
Pastor
Krisno menjelaskan mengenai sejarah PDS KUK bahwa kegiatan yang sudah dilakukan
lebih dari satu abad berkat kerjasama antara Gereja Kristen Katolik Roma, Dewan
Gereja-Gereja Sedunia (Gereja Kristen Protestan) serta Gereja-gereja Ortodoks yang
dilakukan selama sepekan sejak 18-25 Januari setiap tahunnya.
Di
hadapan jemaat, Pastor Krisno mengatakan bahwa keinginan untuk sukses sering
menguji manusia untuk menjadi egois dan sombong. “Tetapi kesetiaan hanya bisa
dibangun melalui kasih, mengasihi Tuhan, pasangan, keluarga, sahabat, gereja
kita masing-masing, tentu juga dalam upaya membangun kesatuan umat Kristiani,”
katanya.
Dengan
berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup rendah hati di hadapan Tuhan, Pastor
Krisno berharap umat Kristiani mau membangun kesatuan umat Kristiani. “Artinya
mengakui, menerima apa yang menjadi kekhasan atau hak mereka dan juga setia
satu dengan yang lain, dan juga rendah hati, tidak menonjolkan diri,” ujarnya.
Pastor Krisno juga berharap, PDS KUK tidak
hanya berhenti pada selebrasi, namun dilanjutkan dengan refleksi yang pada
akhirnya membawa kepada aksi.
Ketua
Badan Kerja Sama (BKS) Gereja-gereja se-Magelang, Pdt Sujarwi memberi apresiasi
positif pada ibadah itu. “Dengan kita bergandeng tangan, kita hilangkan
tembok-tembok pemisah-pemisah di antara kita. Maka, dunia akan mengenal kasih.
Dan dunia di saat mengenal kasih, maka dunia ini akan damai, seperti apa yang
Tuhan rindukan dalam kehidupan kita,” katanya.
Sedangkan
Pdt Marlen mengusulkan supaya umat Kristiani di Magelang membuat kegiatan lanjutan
seperti perayaan Paskah bersama, bersih-bersih kota dan penghijauan untuk
menyelamatkan air.
Semarang
Bertempat
di Gereja St Fransiscus Xaverius Kebondalem, Semarang, 26 pendeta, satu imam
Katolik dan satu frater mengikuti ibadah ekumene penutupan PDS KUK 2013 (25/1/2013).
Sekitar 600 orang mengikuti ibadah ekumene di gereja pinggir kali itu yang
dipimpin oleh Pdt Wipro Pradipto, Pastor Aloys Budi Purnomo, Pr dan Pdt Robert
Martin. Umat yang hadir tidak hanya dari paroki tuan rumah, tetapi lintas
paroki bahkan dari paroki Ungaran, Kudus dan Jepara. Begitu pula beberapa pendeta membawa serta
umatnya untuk duduk membaur di antara umat lainnya.
Pdt
Martin mengawali renungan ibadah dengan sebuah pertanyaan, “Kenapa gereja kok macam-macam. Apakah Tuhannya juga macam-macam?” Dan dengan
tegas pengajar calon pendeta itu menjawab sendiri pertanyaannya.”Jawabannya
juga tidak. Karena kita cuma mempunyai satu Tuhan!” katanya.
Menurutnya,
liturgi, tradisi, kostum liturgi yang berwarna-warni dan berbeda adalah kekayaan
gereja. “Tapi bagi kita umat Kristiani apalagi di negara tercinta ini, kita
tetaplah bersatu,” tegasnya dalam ibadah bernuansa Taize itu.
Pendeta yang mengikuti prosesi ibadah
berasal dari Yogyakarta, Salatiga, Blora, Demak dan Semarang.
Sedangkan,
Pdt Wipro Pradipto mengatakan bahwa Tuhan menuntut tiga macam sikap batin yakni
adil, setia dan rendah hati. Ketiga macam sikap hati tersebut adalah sifat
Tuhan. ”Oleh karena itu Tuhan tetap mahaadil, mahasetia, maharendah hati, tidak
menyukai kesombongan,” tambahnya dalam ibadah yang dimeriahkan oleh Iwan de
Concerto, Paduan Suara Caecilia dan Kharismatik Kebon Dalem, Familia Vocalia dari Pudak Payung, Koor Servoi
dan Holansia dari Tanah Mas, para Suster Novis OSF Banyumanik, dan kelompok Vocal Panti Asuhan Kristen Tanah
Putih. Tidak ketinggalan Trio Singer dari Gereja Blenduk Semarang.
Adil
menurut Pdt Wipro adalah tidak berbuat curang, tidak menipu, tidak berbohong,
tidak memihak, yang salah dikatakan salah, dan yang benar dikatakan benar,
tidak diskriminatif, tidak membedakan suku, ras, aliran, kepercayaan, gender,
sosial, tidak sewenang-wenang terhadap kaum lemah, miskin, dan terabaikan.
Sedangkan, setia adalah belas kasih. Hidup rendah hati di hadapan Tuhan berarti
hidup bersatu dengan pribadi lain serta berjalan dengan hati yang rendah
bersama Tuhan.
Pastor
Aloys Budi Purnomo, Pr dalam kesempatan itu mengajak jemaat supaya membangun
solidaritas. ”Itulah bentuk konkret
berdasarkan tema pekan doa sedunia, perhatian kepada mereka yang sedang
berjuang mengalami kesulitan di dalam kehidupan,” katanya. Maka, sebagai bentuk
bela rasa, persembahan jemaat diberikan kepada Panti Asuhan di Salatiga dan di
Semarang.
Menurut
Pastor Budi, situasi yang dihadapi Nabi Mikha juga dialami pada saat ini. Banyak
orang mengalami penindasan dan ketidakadilan. Iman hanya akan bermakna dalam
kaitannya dengan keadilan dan perdamaian. “Kita dipanggil untuk berjalan
bersama Tuhan dalam keadilan dan perdamaian. Jalan kemuridan Kristiani adalah
jalan keadilan, belas kasih, kerendahan hati dan perdamaian,” tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar