Gereja Katolik tidak menolak apapun, yang
dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang
tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah
serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang
diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan
sinar kebenaran, yang menerangi semua orang. Ketua Komisi Hubungan
Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (KOM HAK KAS) Pastor
Aloys Budi Purnomo Pr melontarkan petikan dokumen Nostra Aetate artikel 2 itu dalam Rekoleksi Persaudaraan Semesta di Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kebondalem Semarang (11-12/5/2013).
Dalam kesempatan itu, Pastor Budi
menyampaikan beberapa bagian dokumen Konsili Vatikan II yang
menginspirasi Gereja untuk berdialog seperti Lumen Gentium, Unitatis Redintegratio, Orientalium Ecclesiarum dan Nostra Aaetate.
Berdasarkan dokumen tersebut, Gereja
Katolik, menurutnya, mengubah sikap curiga dan bermusuhan antargereja
dan antaragama dengan sikap dialog dan kerja sama. “Untuk membangun
persaudaraan semesta yang sejati, rasa curiga dan bermusuhan harus
ditinggalkan,” katanya.
Rekoleksi diikuti orang muda Katolik dan
sejumlah biarawati dari berbagai paroki di Keuskupan Agung Semarang itu.
Sekurang-kurangnya 80 orang mengikuti acara itu dengan setia.
Melalui dokumen Nostra Aetate artikel
5, Pastor Budi menekankan, Gereja mendorong para puteri-puteranya,
supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama
dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang
iman serta perihidup Kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan
harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang
terdapat pada mereka..
Rekoleksi diselenggarakan oleh KOM HAK KAS
mengingat maraknya kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan
kepercayaan serta masifnya perusakan lingkungan hidup. Fasilitator
rekoleksi Lukas Awi Tristanto menjelaskan bahwa persaudaraan semesta
dimaksudkan sebagai upaya membangun persaudaraan dengan sesama manusia
apapun latar belakangnya dan persaudaraan dengan ciptaan Tuhan yang
lain.
“Manusia diajak untuk berelasi
mengembangkan persaudaraan sejati dengan semua orang tanpa pandang latar
belakang agama, budaya maupun suku, yang adalah sesama citra Allah.
Manusia dipanggil untuk bersahabat dengan alam ciptaan lainnya sebagai
mitra kehidupan. Dengan menghormati sesama ciptaan Allah, manusia
sebenarnya menghormati Sang Pencipta itu sendiri,” kata Lukas.
Narasumber kedua, Cornelius Widodo Utomo,
MSc menyampaikan, panggilan dan tugas mendasar manusia adalah
mengusahakan dan memelihara keutuhan ciptaan-Nya, karena semua itu baik
adanya. Dan hal itu semestinya tidak ditunda-tunda. “Usaha itu dimulai
sekarang dan dimulai dari sendiri,” kata petani yang pernah menjadi
dosen itu.
Widodo juga menyampaikan ada kecenderungan
orang-orang sekarang membeli lahan-lahan pertanian sebagai sarana
investasi. Ketika dibeli tanah tersebut tidak diolah dengan baik.
Padahal sebelumnya, tanah tersebut menghasilkan produk pertanian.
Menurutnya, membiarkan tanah tak terurus adalah tindakan perusakan alam
dan merupakan dosa.
Widodo menawarkan para peserta supaya
mencintai lingkungan meskipun dengan cara yang sederhana misalnya
menanami lahan meskipun sempit dengan tanaman pangan. Sekarang ,
menurutnya ada metode pertanian yang bisa dikembangkan dalam lahan
sempit seperti vertikultur dan tabulampot.
Pada malam hari, acara rekoleksi juga diisi
dengan praksis dialog melalui seni budaya dengan kaum muda Muslim
dengan musik rebana dan tarian Mandarin. Para peserta dan biarawati
menyanyi bersama dalam kolaborasi yang indah. Di sela-sela penampilan
itu, terjadi dialog mengenai pesan dari seni yang dibawakan.
Usai rekoleksi, para peserta membuat komitmen bersama yang diterapkan di parokinya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar