Jumat, 14 Juni 2013

OMK Membangun Persaudaraan Semesta

Gereja Katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang. Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (KOM HAK KAS) Pastor Aloys Budi Purnomo Pr melontarkan petikan dokumen Nostra Aetate artikel 2 itu dalam Rekoleksi Persaudaraan Semesta di Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kebondalem Semarang (11-12/5/2013).

Dalam kesempatan itu, Pastor Budi menyampaikan beberapa bagian dokumen Konsili Vatikan II yang menginspirasi Gereja untuk berdialog seperti Lumen Gentium, Unitatis Redintegratio, Orientalium Ecclesiarum dan Nostra Aaetate.

Berdasarkan dokumen tersebut, Gereja Katolik, menurutnya, mengubah sikap curiga dan bermusuhan antargereja dan antaragama dengan sikap dialog dan kerja sama. “Untuk membangun persaudaraan semesta yang sejati, rasa curiga dan bermusuhan harus ditinggalkan,” katanya.

Rekoleksi diikuti orang muda Katolik dan sejumlah biarawati dari berbagai paroki di Keuskupan Agung Semarang itu. Sekurang-kurangnya 80 orang mengikuti acara itu dengan setia.
Melalui dokumen Nostra Aetate artikel 5, Pastor Budi menekankan, Gereja mendorong para puteri-puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta perihidup Kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka..

Rekoleksi diselenggarakan oleh KOM HAK KAS mengingat maraknya kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan kepercayaan serta masifnya perusakan lingkungan hidup. Fasilitator rekoleksi Lukas Awi Tristanto menjelaskan bahwa persaudaraan semesta dimaksudkan sebagai upaya membangun persaudaraan dengan sesama manusia apapun latar belakangnya dan persaudaraan dengan ciptaan Tuhan yang lain.

“Manusia diajak untuk berelasi mengembangkan persaudaraan sejati dengan semua orang tanpa pandang latar belakang agama, budaya maupun suku, yang adalah sesama citra Allah. Manusia dipanggil untuk bersahabat dengan alam ciptaan lainnya sebagai mitra kehidupan. Dengan menghormati sesama ciptaan Allah, manusia sebenarnya menghormati Sang Pencipta itu sendiri,” kata Lukas.

Narasumber kedua, Cornelius Widodo Utomo, MSc menyampaikan, panggilan dan tugas mendasar manusia adalah mengusahakan dan memelihara keutuhan ciptaan-Nya, karena semua itu baik adanya. Dan hal itu semestinya tidak ditunda-tunda. “Usaha itu dimulai sekarang dan dimulai dari sendiri,” kata petani yang pernah menjadi dosen itu.

Widodo juga menyampaikan ada kecenderungan orang-orang sekarang membeli lahan-lahan pertanian sebagai sarana investasi. Ketika dibeli tanah tersebut tidak diolah dengan baik. Padahal sebelumnya, tanah tersebut menghasilkan produk pertanian. Menurutnya, membiarkan tanah tak terurus adalah tindakan perusakan alam dan merupakan dosa.

Widodo menawarkan para peserta supaya mencintai lingkungan meskipun dengan cara yang sederhana misalnya menanami lahan meskipun sempit dengan tanaman pangan. Sekarang , menurutnya ada metode pertanian yang bisa dikembangkan dalam lahan sempit seperti vertikultur dan tabulampot.

Pada malam hari, acara rekoleksi juga diisi dengan praksis dialog melalui seni budaya dengan kaum muda Muslim dengan musik rebana dan tarian Mandarin. Para peserta dan biarawati menyanyi bersama dalam kolaborasi yang indah. Di sela-sela penampilan itu, terjadi dialog mengenai pesan dari seni yang dibawakan.
Usai rekoleksi, para peserta membuat komitmen bersama yang diterapkan di parokinya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer