Sabtu, 01 Agustus 2009

Menjadi Promotor Dialog Lintas Iman

Toleransi yang kita bangun secara sungguh-sungguh akan menimbulkan toleransi serupa dari siapapun kepada kita. Menuntut orang lain toleran kepada kita, sementara kita sendiri tidak pernah mau mengupayakannya, adalah tuntutan yang tidak bertanggungjawab. Hal itu disampaikan Dr. Anton Haryono, M.Hum. salah seorang narasumber pada acara Pelatihan Promotor Persaudaraan Sejati (Propers) 2009 di Salam (20-22/7/09).

Acara ini diselenggarakan oleh Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Komisi HAK KAS) bekerjasama dengan Lingkar Muda Yogyakarta. Acara selama tiga hari itu diisi dengan berbagai kegiatan seperti diskusi, refleksi dan mengunjungi pondok pesantren.

Sementara itu Ki Suwaldji, narasumber yang aktif di Forum Persaudaraan Umat Beriman Yogyakarta mengatakan bahwa salah satu prasyarat untuk melakukan dialog antarumat beriman adalah menyadari bahwa dialog merupakan salah satu wujud cinta kasih untuk membangun persaudaraan sejati seperti yang diperintahkan Tuhan. Dalam dialog, lanjutnya, mitra dialog diposisikan setara.

Acara pelatihan dibuat dalam rangka untuk menyiapkan orang-orang muda Katolik sebagai pelaku aktif dan perintis dialog lintas iman di daerah masing-masing, membangun dan meningkatkan kapasitas dasar kaum muda Katolik sebagai pelaku dialog lintas iman sekeuskupan, serta membangun kembali jiwa kader muda Katolik dalam terang semangat Katolisitas, Kemanusiaan, dan Keindonesiaan di antara para penggerak pastoral kaum muda KAS. Maka tema yang diangkat adalah “Being religious, being interfaith!”

Peserta yang berjumlah sekitar 40 orang itu juga diajak untuk memahami terminologi agama yang selama ini dianutnya. Peserta diajak untuk memaknai kembali pemahaman mereka mengenai agama. Banyak jawaban yang beraneka ragam ketika berbicara tentang agama. Hal itu ternyata saling memperkaya definisi agama di antara mereka.
Untuk menambah pengalaman dialog secara nyata, pada hari kedua, peserta mengunjungi Pondok Pesantren Kyai Pandanaran di daerah Sleman. Di sana peserta berdialog dengan santri dan pengasuh pondok pesantren. Mereka bertanya tentang keislaman yang belum dipahami secara penuh. Pengasuh pondok pun menjawab pertanyaan peserta dengan terbuka. Seorang peserta bertanya tentang sikap mereka menanggapi isu terorisme yang memakai jargon agama. H. Jazilus Sakhok, salah seorang pengasuh pondok pesantren pun menjawab bahwa orang yang seagama, seperti teroris itu tidak seiman dengan mereka. Namun, orang yang berbeda agama, menurutnya, seperti Katolik bahkan bisa menjadi seiman.

Seusai dialog dengan pengasuh pondok pesantren, peserta mengunjungi tempat tinggal para santri. Mereka mengamati kehidupan keseharian para santri. Mereka pun terlibat dalam pembicaraan seperti cara santri belajar membaca dan menghafalkan Al Quran dari awal hingga akhir.

Sedangkan pada malam harinya, peserta diajak untuk mendalami dokumen Gereja Katolik berjudul Nostra Aetate (Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Nonkristiani) yang disampaikan oleh Pastor Aloys Budi Purnomo, Pr (Ketua Komisi HAK KAS). “Gereja Katolik tidak menolak sesuatu pun yang dalam agama-agama ini benar dan kudus. Dengan penghormatan tulus ia memandang cara-cara bertindak dan hidup itu, norma-norma dan ajaran yang meskipun dalam banyak hal berbeda dengan apa yang dianutnya dan dikemukakannya sendiri; tetapi tak jarang mencerminkan pantulan Kebenaran, yang menerangi semua orang,” kata Pastor Budi.

Sementara itu, Indro Suprobo, menekankan bahwa gerakan dialog lintas iman merupakan pendidikan kritis demi keadilan di Indonesia. Dialog iman, menurutnya, dimaksudkan untuk membongkar relasi-relasi antara Negara dengan agama, agama dengan agama, dan agama dengan agama (kepercayaan) lokal. Menurutnya, pendidikan kritis membuat orang lebih dewasa dalam menyikapi masalah. Dialog iman adalah dialog politik yang memakai terminologi agama atau spiritualitas sebagai gerakan politik.

Memasuki akhir acara, peserta diajak untuk memahami situasi pokok yang sedang terjadi di kevikepan masing-masing. Dari situasi pokok itulah peserta diajak untuk membuat komitmen pribadi dan rencana tindak lanjut yang bisa diterapkan di tempat masing-masing.

Entri Populer