Rabu, 27 Mei 2009

Menimba Pengalaman Mistik Santo Paulus


Iman yang ditanamkan melalui budaya setempat akan mengakar lebih kuat. Hal inilah yang dilakukan dalam Temu Kebatinan (Tebat) XV yang diselenggarakan oleh Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Komisi HAK KAS) di Bedono, Ambarawa (2-3/5/09).

Sesuai dengan tahun Santo Paulus yang dicanangkan oleh Paus Banediktus XVI dari 28 Juni 2008-29 Juni 2009, maka tema yang diambil dalam Tebat XV adalah “Olah Batin Menimba Pengalaman Mistik Santo Paulus”. Acara yang dihadiri peserta dari berbagai keuskupan seperti Purwokerto, Bandung dan Surabaya serta tuan rumah Semarang itu juga menghadirkan narasumber, Pastor A. Hari Kustono, Pr dan Pastor G.P. Sindhunata, SJ.

Pada sambutan pembukaannya Pastor Aloys Budi Purnomo, Pr selaku ketua Komisi HAK KAS mengatakan bahwa banyak pengalaman rohani dari Santo Paulus yang bisa digali. Menurutnya, pengalaman yang sangat mistik dari Santo Paulus adalah ketika dia menuliskan, “Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku! (Gal. 2:20)”. Kalimat mistik ini sangat kuat sehingga Paulus bersatu dengan Kristus. Tetapi, persatuan itu bukan persatuan yang lebur, bukan pengalaman mistik yang mengawang-awang. “Tapi justru bergerak konkret menyucikan dunia ini karena kita dipanggil dan diutus oleh Yesus,” katanya.

Sedangkan Pastor A. Hari Kustono, Pr memaparkan perjalanan mistik Santo Paulus. Ia memaparkan perjalanan Santo Paulus sebelum berjumpa Yesus di dekat Damsyik, ketika berjumpa Yesus dan setelah berjumpa dengan Yesus. Sebelum bertemu Yesus, Paulus adalah orang yang menganggap kelompok Kristen sebagai bidaah. Maka, sebagai seorang fundamentalis Yahudi, ia mengejar-ngejar, menangkap, bahkan menganiaya jemaat Kristen. Hingga pada suatu ketika ia berniat akan menangkap orang-orang Kristen di Damsyik. Sebelum sampai Damsyik, ia berjumpa dengan Yesus. Singkat kata peristiwa itu membuat dirinya berubah dan ketika dia sampai di Damsyik, ia justru dibaptis sebagai orang Kristen. Pengalaman Damsyik telah mengubah cara pandangnya terhadap Allah, terhadap Yesus dan karya-Nya, serta terhadap dirinya sendiri sehingga ia memasuki jalan mistik yang dapat diuraikan menjadi tiga tahap yaitu Via Purgativa (pembersihan), Via Illuminativa (penerangan), dan Via Unitiva (penyatuan.

Sementara itu, Pastor G.P. Sindhunata, SJ memaparkan materi dalam bahasa Jawa Manunggaling Kawula Gusti Ing Katresnan. Menurut Sindhunata, SJ, berdasarkan yang diajarkan Santo Paulus, manusia harus mengosongkan diri jika ingin bersatu dengan Tuhan. Namun, pengosongan diri itu tidak sekedar menjadi kosong, tetapi dengan memberikan diri sampai habis kepada sesama seperti yang dilakukan Kristus.

Sudah menjadi tradisi dari awal, Tebat pada malam hari diisi dengan acara Glenikan Pastoral. Pada sesi ini, orang-orang yang mempunyai talenta bisa mengekspresikan kemampuannya seperti penyembuhan, pemijatan refleksi, maupun eksplorasi kemampuan-kemampuan lainnya. Banyak peserta yang mempunyai keluhan penyakit turut berkonsultasi. Sesi ini juga membuka kesempatan bagi mereka yang ingin belajar dan mengembangkan kemampuan yang terpendam.

Tebat yang biasanya diikuti oleh para orangtua, kali ini banyak orang muda yang justru turut terlibat di dalamnya. Dengan demikian banyak orang muda yang mulai terlibat dalam pelestarian budaya Jawa mengingat Tebat ini sarat dengan nuansa Jawa, misalnya ada lantunan tembang-tembang Macapat, dupa, maupun bunga. Dengan demikian hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Pastor Sindhunata, SJ pada akhir acara bahwa menanamkan iman laksana menanam pohon. “Dengan sabar kita harus ngrumat, menyirami, merabuk, sampai akhirnya dia tumbuh ngrembuyung, menghijau, memberi buah, menaungi, memberi kesegaran dan memberi keteduhan,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer